Syekh Siti Jenar begitu sering dihubung-hubungkan dengan al-Husain ibnu Mansur al-Hallaj atau singkatnya Al-Hallaj saja, sufi Persia abad ke-10, yang sepintas lalu ajarannya mirip dengan Siti Jenar, karena ia memohon dibunuh agar tubuhnya tidak menjadi penghalang penyatuannya kembali dengan Tuhan. Adalah Al-Hallaj yang karena konsep satunya Tuhan dan dunia mengucapkan kalimat, Akulah Kebenaran/ Anna al Haq, yang menjadi alasan bagi hukuman matinya pada 922 Masehi di Baghdad. Seperti Syekh Siti Jenar pula, nama Al- Hallaj menjadi monumen keberbedaan dalam penghayatan agama, sehingga bahkan diandaikan bahwa jika secara historis Syekh Siti Jenar tak ada, maka dongengnya adalah personifikasi saja dari ajaran Al- Hallaj, bagi yang mendukung maupun yang menindas ajaran tersebut. petikan atas kutipan dari Serat Siti Jenar yang diterbitkan oleh Tan Khoen Swie, Kediri, pada 1922:
Kawula dan gusti sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya saat ini nama kawula-gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku, ketenteraman langgeng dalam Ada sendiri.
Hai Pangeran Bayat, bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dengan tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera.
Itu hanya impian yang sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan lenyap. Gilalah orang yang terikat padanya, tidak seperti Syeh Siti Jenar. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yang kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan.
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar.
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
Manunggaling Kawula Gusti, Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.
Dan dalam ajarannya, Manunggaling Kawula Gusti adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Quran yang menerangkan tentang penciptaan manusia (Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)). Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.
Riwayat pertemuan Ibrahim ibn Saman dengan Husain bin Mansur al Hallaj ( Kutipan dari Buku Husain bin Manshur al Hallaj, karangan Louis Massignon).
Aku melihat al Hallaj pada suatu hari di masjid al Mansur: Aku memiliki 2 dinar dalam sakuku dan aku berpikir untuk menghabiskan uang itu untuk hal-hal yang melanggar hukum. Seseorang datang dan memintah sedekah.Dan Husain bin Mansur al Hallaj berkata: Ibnu Saman berikanlah sedekah dengan apa yang kamu simpan di dalam jubahmu, aku terdiam dan menangis, oh syaikh, bagaimana engkau mengetahui hal itu? Al Hallaj berkata: Setiap hati yang mengosongkan diri dari yang selain Alloh, dapat membaca kesadaran orang dan menyaksikan apa yang ghoib. Ibnu Saman berkata:o, syaikh ajarilah aku sebuah hikmah. Kemudian berkata al Hallaj :Orang yang mencari Tuhan dibalik huruf miim dan ain akan menemukan Nya.Dan seseorang yang mencarinya dalam konsonan idhafah antara alif dan nun, orang itu akan kehilangan Dia. Karena Dia itu Maha Suci, di luar jangkauan pikiran dan diatas yang terselubung, yang berada di dalam diri setiap orang. Kembalilah kepada Tuhan, Titik Terakhir adalah Dia. Tidak ada Mengapa di hari akhir kecuali Dia.Bagi manusia MA/ yaitu miim dan ain milik Dia berada dalam miim dan ain makna MA” ini adalah Tuhan Maha Suci. Dia mengajak makhluk terbang menuju Tuhan. miim membimbing ke Dia dari atas ke bawah. ainmembimbing ke Dia dari Jauh dan Luas.
Kawula dan gusti sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya saat ini nama kawula-gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku, ketenteraman langgeng dalam Ada sendiri.
Hai Pangeran Bayat, bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dengan tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera.
Itu hanya impian yang sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan lenyap. Gilalah orang yang terikat padanya, tidak seperti Syeh Siti Jenar. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yang kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan.
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar.
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
Manunggaling Kawula Gusti, Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.
Dan dalam ajarannya, Manunggaling Kawula Gusti adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Quran yang menerangkan tentang penciptaan manusia (Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)). Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.
Riwayat pertemuan Ibrahim ibn Saman dengan Husain bin Mansur al Hallaj ( Kutipan dari Buku Husain bin Manshur al Hallaj, karangan Louis Massignon).
Aku melihat al Hallaj pada suatu hari di masjid al Mansur: Aku memiliki 2 dinar dalam sakuku dan aku berpikir untuk menghabiskan uang itu untuk hal-hal yang melanggar hukum. Seseorang datang dan memintah sedekah.Dan Husain bin Mansur al Hallaj berkata: Ibnu Saman berikanlah sedekah dengan apa yang kamu simpan di dalam jubahmu, aku terdiam dan menangis, oh syaikh, bagaimana engkau mengetahui hal itu? Al Hallaj berkata: Setiap hati yang mengosongkan diri dari yang selain Alloh, dapat membaca kesadaran orang dan menyaksikan apa yang ghoib. Ibnu Saman berkata:o, syaikh ajarilah aku sebuah hikmah. Kemudian berkata al Hallaj :Orang yang mencari Tuhan dibalik huruf miim dan ain akan menemukan Nya.Dan seseorang yang mencarinya dalam konsonan idhafah antara alif dan nun, orang itu akan kehilangan Dia. Karena Dia itu Maha Suci, di luar jangkauan pikiran dan diatas yang terselubung, yang berada di dalam diri setiap orang. Kembalilah kepada Tuhan, Titik Terakhir adalah Dia. Tidak ada Mengapa di hari akhir kecuali Dia.Bagi manusia MA/ yaitu miim dan ain milik Dia berada dalam miim dan ain makna MA” ini adalah Tuhan Maha Suci. Dia mengajak makhluk terbang menuju Tuhan. miim membimbing ke Dia dari atas ke bawah. ainmembimbing ke Dia dari Jauh dan Luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar